KONEKSI ANTAR MATERI: PEMBELAJARAN SOSIAL EMOSIONAL DAN PEMBELAJARAN BERDIFERENSIASI


Oleh: Yuni Tampi

Calon Guru Penggerak Angkatan IV Kabupaten Barito Timur

 

Sebagai seorang pendidik, tidak jarang kita dihadapkan pada kondisi yang mengharuskan kita melakukan banyak sekali pekerjaan. Melakukan beberapa pekerjaan secara bersamaan (multitasking) dapat meningkatkan stress dan mengurangi efisiensi serta produktivitas. Mengerjakan beberapa tugas bersamaan membuat pikiran kita beralih dari satu fokus ke fokus lainnya. Tubuh menjadi lelah dan hasil pekerjaan kita cenderung tidak optimal.

Selain pendidik, murid-murid pun mengalami situasi yang sama. Mereka dihadapkan dengan berbagai tantangan untuk dapat menyesuaikan diri dengan pertumbuhan dan perkembangan dirinya. Selain tugas-tugas akademik, mereka juga harus menyesuaikan diri dengan perubahan fisik, hubungan dengan teman sebaya, mencapai kemandirian dan tanggung jawab diri dalam keluarga dan masyarakat, menyiapkan rencana studi dan karier, dan lain-lain.

Untuk menghadapi berbagai situasi dan tantangan yang kompleks ini, baik pendidik maupun murid membutuhkan berbagai bekal pengetahuan, sikap dan keterampilan agar dapat mengelola kehidupan personal maupun sosialnya.  Pembelajaran di sekolah harus dapat mendorong tumbuh kembang murid secara holistik, baik aspek kognitif, fisik, sosial dan emosional.

Pembelajaran Sosial dan Emosional (PSE) adalah hal yang sangat penting karena pendekatan pembelajaran social dan emosional ini berisi keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan murid untuk dapat bertahan dalam masalah sekaligus memiliki kemampuan memecahkan masalah tersebut. Selain itu, pembelajaran social-emosional mengajarkan mereka menjadi orang yang berkarakter baik.

Pembelajaran Sosial dan Emosional  mencoba memberikan keseimbangan pada individu dan mengembangkan kompetensi personal yang dibutuhkan untuk dapat menjadi sukses. Bagaimana kita sebagai pendidik dapat menggabungkan itu semua dalam pembelajaran sehingga anak-anak dapat belajar menempatkan diri secara efektif dalam konteks lingkungan dan dunia. Pembelajaran social-emosional adalah tentang pengalaman apa yang akan dialami oleh murid, apa yang dipelajari murid dan bagaimana guru mengajar.

Kita dapat merancang bagaimana sekolah dan ruangan kelasnya, bagaimana waktu belajar, ruang-ruangan yang ada di sekolah, hubungan dengan komunitas sekolah dan keluarga dan yang lainnya sebagai tempat pertukaran pengetahuan, pengetahuan tentang dunia; pengetahuan tentang diri sendiri dan pengetahuan tentang orang lain yang berinteraksi dengan kita. Pengalaman-pengalaman tersebut membantu siswa memahami diri mereka sendiri dan orang lain. Dengan demikian kita berbicara tentang anak secara utuh. Apakah anak kita memiliki kesadaran diri, apakah mereka memiliki pemahaman kesadaran sosial, apakah mereka mampu mengambil keputusan yang baik dan bertanggung jawab. Baru setelah itu, kita membahas mengenai konteks akademis dan semua keterampilan-keterampilan penting yang kita butuhkan untuk dapat berhasil dalam hidup. Anak belajar saat hati mereka terbuka, terhubung dengan lingkungan sekitar serta adanya tujuan. Belajar adalah anugerah. Melalui pembelajaran sosial-emosional, kita menciptakan kondisi yang mengizinkan semua anak mengakses anugerah tersebut.

Pembelajaran Sosial dan Emosional adalah pembelajaran yang dilakukan secara kolaboratif oleh seluruh komunitas sekolah. Proses kolaborasi ini memungkinkan anak dan orang dewasa di sekolah memperoleh dan menerapkan pengetahuan, keterampilan dan sikap positif mengenai aspek sosial dan emosional. Pembelajaran sosial dan emosional bertujuan:

1.     Memberikan pemahaman, penghayatan dan kemampuan untuk mengelola emosi (kesadaran diri)

2.     Menetapkan dan mencapai tujuan positif (pengelolaan diri)

3.     Merasakan dan menunjukkan empati kepada orang lain (kesadaran sosial)

4.     Membangun dan mempertahankan hubungan yang positif (keterampilan membangun relasi)

5.     Membuat keputusan yang bertanggung jawab. (pengambilan keputusan yang bertanggung jawab

Implementasi Pembelajaran Sosial dan Emosional (PSE) dapat dilakukan dengan 4 cara:

1.    Mengajarkan Kompetensi Sosial Emosional (KSE) secara langsung dan eksplisit

2.    Mengintegrasikan Kompetensi Sosial Emosional (KSE) ke dalam praktik mengajar guru dan gaya interaksi dengan murid

3.    Mengubah kebijakan dan ekspektasi sekolah terhadap murid

4.    Mempengaruhi pola pikir murid tentang persepsi diri, orang lain dan lingkungan

 

Pembelajaran Sosial dan Emosional Berbasis Kesadaran penuh (Mindfulness)

Menurut Kabat – Zinn), kesadaran penuh (mindfulness) adalah kesadaran yang muncul ketika seseorang memberikan perhatian secara sengaja pada kondisi saat ini dilandasi rasa ingin tahu (tanpa menghakimi) dan kebaikan. Ada keterkaitan antara perhatian, pikiran, kemauan yang bertujuan, rasa ingin tahu dan kebaikan pada kegiatan fisik yang sedang dilakukan.

Secara saintifik, latihan berkesadaran penuh (mindfulness) yang konsisten dapat memperkuat hubungan sel-sel saraf (neuron) otak yang berhubungan dengan fokus, konsentrasi, dan kesadaran (Hawn Foundation, 2011) • Mindfulness dapat dilatih dan ditumbuhkan melalui berbagi kegiatan sehari-hari maupun dalam pembelajaran yang dilakukan sedara mindful (ada koneksi antara dengan tubuh/indera, perasaan, pikiran dan lingkungan).

Pembelajaran social dan emosional berbasis kesadaran penuh yang dilakukan secara terhubung, terkoordinasi, aktif, dan fokus serta eksplisit diharapkan dapat mewujudkan kesejahteraan hidup (well-being) ekosistem sekolah. Well-being/kesejahteraan hidup adalah sebuah kondisi di mana individu memiliki sikap yang positif terhadap diri sendiri dan orang lain, dapat membuat keputusan dan mengatur tingkah lakunya sendiri, dapat memenuhi kebutuhan dirinya dengan menciptakan dan mengelola lingkungan dengan baik, memiliki tujuan hidup dan membuat hidup mereka lebih bermakna serta berusaha mengeksplorasi dan mengembangkan dirinya.

Murid yang memiliki well-being yang optimum berpeluang lebih tinggi untuk memiliki kesehatan fisik dan mental yang lebih baik, memiliki ketangguhan (daya lenting/resiliensi) dalam menghadapi stress, terlibat dalam perilaku sosial yang lebih bertanggung jawab, dan mencapai prestasi akademik yang lebih tinggi.

Ada 5 kompetensi social-emosional kerangka CASEL:

1.     Kesadaran diri: Memahami perasaan, minat, nilai dan kekuatan; memahami proses belajar dan pemikiran diri; mengembangkan sikap percaya diri

2.     Pengelolaan diri: mengelola stress, mengontrol impuls dan ketekunan dalam menghadapi hambatan

3.     Kesadaran social: memahami perbedaan perspektif dan berempati; mengenali dan menghargai persamaan dan perbedaan; memanfaatkan sumber daya di rumah, sekolah, dan komunitas secara efektif

4.     Keterampilan berelasi: membangun hubungan yang sehat berlandaskan kerja sama dan sikap hormat; menolak tekanan sosial yang tidak tepat; mencegah, mengelola dan menyelesaikan konflik; mencari pertolongan bila membutuhkan

5.     Pengambilan keputusan yang bertanggungjawab: mempertimbangkan faktor etika, akademik, standard masyarakat dalam membuat pilihan dan keputusan; memberikan kontribusi terhadap perwujudan well-being sekolah dan komunitas

Untuk mencapai pemahaman kesadaran diri dan mampu mengenali emosi, kita dapat mempraktekkan mindfulness. Salah satu tekik mindfulness yang dapat digunakan untuk mengembalikan diri pada saat ini dengan kesadaran penuh adalah teknik STOP.

S = Stop (berhenti sejenak dari apapun yang sedang dilakukan

T = Take a deep breath (mengambil napas dalam, menyadari dan meraskan napas   yang masuk dan keluar)

O = Observe (mengamati sensasi pada tubuh, perasaan, pikiran, dan lingkungan)

P = Proceed (selesai ddan melanjutkan kembali aktifitas dengan pikiran yang lebih jernih dan sikap lebih positif.

Menurut Hawkins (2017), latihan berkesadaran penuh (mindfulness) dapat membangun keterhubungan diri sendiri (self-awareness) dengan berbagai kompetensi emosi dan sosial dalam kehidupan sehari-hari. Contohnya, sebelum memberikan respon dalam sebuah situasi sosial yang menantang, kita berhenti, bernapas dengan sadar, mengamati pikiran, perasaan diri sendiri maupun orang lain, mengelola emosi yang muncul, hingga dapat membuat pilihan/mengambil keputusan yang lebih responsif, bukan reaktif.

Pada saat menghadapi kondisi menantang, misalnya pada saat seorang guru berhadapan dengan perilaku murid yang dinilai tidak disiplin, mekanisme kerja otak akan mengarahkan diri untuk berhenti, menarik napas panjang, memberikan waktu untuk memahami apa yang dirasakan diri sendiri, apa nilai-nilai diri yang diyakini, memunculkan empati untuk memahami situasi yang terjadi, mencari tahu apa yang dirasakan oleh murid dengan hadir secara penuh. Guru akan memilih untuk bertanya pada murid tersebut untuk memahami apa yang terjadi. Respon guru yang berkesadaran penuh akan dapat membangun koneksi dan rasa percaya murid pada guru. Koneksi, rasa aman dan rasa percaya di antara guru dan murid akan memperkuat relasi murid dan guru sehingga dapat menciptakan lingkungan dan suasana belajar yang kondusif bagi pembelajaran. Relasi yang terbangun antara guru dan murid akan mendorong guru untuk membuat keputusan yang lebih responsif.

Di sisi lain, lingkungan belajar dan suasana belajar yang kondusif akan membantu tumbuhnya kesadaran diri murid tentang perasaan, kekuatan, kelemahan, nilai-nilai yang dimiliki dengan lebih baik. Tumbuhnya kesadaran sosial yang lebih baik yang didasarkan pada perhatian yang bertujuan juga akan membantu murid dalam memproses informasi secara lebih baik. Jika murid dapat mengikuti proses pembelajaran secara lebih baik, maka secara perlahan tumbuh optimisme dan tingkat efikasi dalam dirinya. Ada banyak penelitian yang menyatakan tentang pentingnya optimisme dan tingkat efikasi diri dalam mendorong keberhasilan pembelajaran seseorang. Salah satunya adalah penelitian Seligman (dalam Hoy, Tarter & Hoy, 2006) menjelaskan tentang optimisme sebagai faktor pendukung kesuksesan dalam akademik. Hal ini dapat menjelaskan tentang dampak pembelajaran sosial dan emosional meningkatkan performa akademik murid dalam jangka panjang.

 

 

 

 

Integrasi Kompetensi Sosial Emosional (KSE) ke dalam praktik mengajar guru dan gaya interaksi dengan murid

1.    Kegiatan pembukaan yang hangat

·         memberikan kesempatan pada murid untuk berbicara

·         mendengarkan aktif

·         memungkinkan interaksi

·         menciptakan rasa memiliki

·         dapat menumbuhkan salah satu KSE

2.    Kegiatan Inti yang melibatkan murid

·         Diskusi akademik

·         Setting kelas pembelajaran kooperatif

·         Project-based learning

·         Refleksi diri dan penilaian diri

·         Pemberian suara dan pilihan

3.    Penutupan yang optimistic: Refleksi, apresiasi, dan cara-cara positif untuk memperkuat pembelajaran

 

Keterkaitan Materi Pembelajaran Sosial dan Emosional (PSE) dengan Pembelajaran Berdiferensiasi

Pembelajaran sosial dan emosional akan membangun atmosfer lingkungan belajar yang positif bagi murid. Dengan menerapkan PSE, murid mampu mengelola emosi dengan baik dan terbangunnya sikap respek dan toleran terhadap orang lain dan lingkungan sekolah. Dengan demikian, terjadi peningkatan perilaku positif murid dan penurunan perilaku negatif serta stress yang dialami oleh murid. Lingkungan belajar seperti ini lah yang akan mendukung penerapan pembelajaran berdiferensiasi sehingga performa akademik murid akan meningkat.

Murid akan menunjukkan kinerja yang lebih baik jika konten belajar, proses memahami dan memaknai materi yang diajarkan, dan produk yang dharapkan dari murid sesuai dengan keterampilan dan pemahaman yang dimiliki murid sebelumnya (kesiapan belajar). Materi ajar maupun tugas-tugas tersebut akan memicu keingin-tahuan atau hasrat dalam diri murid (minat) jika mereka diberi kesempatan untuk mengakses materi tersebut dengan cara yang mereka sukai atau mudah menurut mereka (profil belajar). Jika pembelajaran social dan emosional dilakukan secara terhubung dan terkoordinasi dengan tiga kebutuhan belajar murid (kesiapan belajar, minat dan profil belajar), maka kesejahteraan hidup (well-being) murid dan ekosistem sekolah akan tercapai. Well-being yang optimum memberikan kesempatan yang besar bagi murid untuk memiliki kesehatan fisik dan mental yang lebih baik, ketangguhan (daya lenting/resiliesi), terlibat dalam perilaku sosia yang lebih bertanggung-jawab dan mencapai prestasi akademik yang lebih tinggi.

Dengan kata lain, pembelajaran social dan emosional menyediakan lingkungan belajar yang mendukung pembelajaran berdiferensiasi, sehingga terpenuhinya kebutuhan belajar murid. Lingkungan belajar yang positif dan terpenuhinya kebutuhan belajar murid akan memaksimalkan pencapaian kesejahteraan psikologi murid. Saat kompetensi sosial dan emosional murid berkembang, maka aspek akademik mereka pun berkembang.

 

Semoga artikel ini bermanfaat